Syukur: Bagian Kehidupan Masyarakat Aceh

Aceh merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur pemerintahannya sendiri berdasarkan Syariat Islam, Undang-Undang Dasar 1945, dan atau nilai-nilai luhur yang berkembang dalam masyarakat Aceh. Penyelenggaraan kebudayaan Aceh berfungsi untuk memperkokoh hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam semesta. Selain itu disebut pula dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat Dan Adat Istiadat bahwa pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat masyarakat Aceh berasaskan pada nilai keislaman. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat Aceh sangat erat dengan nilai-nilai islami.

Salah satu budaya Islam yang telah menjadi nilai dan tradisi pada masyarakat Aceh adalah bersyukur. Hal ini dapat dilihat dari tradisi meugang yang biasa dilakukan 3 kali dalam setahun, yaitu meugang puasa, meugang uroe raya puasa (menjelang hari raya idul fitri), dan meugang uroe raya haji (menjelang hari raya idul adha). Meugang dalam tradisi masyarakat Aceh dapat diartikan sebagai makan besar yang diawali dengan menyembelih lembu, kambing atau kerbau.

Bersyukur juga terlihat pada kehidupan masyarakat Aceh yang dalam berinteraksi di kehidupan sehari-hari memunculkan ungkapan rasa syukur seperti mengucap “Alhamdulillah”. Berdasarkan pengamatan penulis, masyarakat Aceh kerap menunjukan perilaku bersyukur saat mendapatkan keuntungan misalnya mendapatkan hadiah, pujian, dan sebagainya, bahkan pada saat lepas dari suatu kesulitan atau musibah. Misalnya pada beberapa orang penyintas tsunami yang mengalami kehilangan orang tua ataupun anggota keluarganya, tetap menunjukkan rasa syukur baik terhadap Tuhan maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka merasa bersyukur pada pihak luar yang memberi dukungan dan bantuan pada beberapa aspek kehidupan, serta tak lupa selalu mensyukuri anugerah kehidupan dari ALLAH SWT yang masih memberi kesempatan untuk mengambil hikmah dari persitiwa besar tersebut.

Dalam kajian psikologi, syukur dikenal dengan istilah gratitude, yang merupakan konsep emosi, sikap, kebajikan moral, kebiasaan, ciri kepribadian, atau respon koping. Kata gratitude berasal dari bahasa Latin yaitu gratia yang artinya rahmat, keanggunan, atau berterimakasih. Kata ini mengandung arti melakukan sesuatu dengan kebaikan, kedermawanan, kemurahan hati dan keindahan dalam memberi dan menerima, atau mendapatkan sesuatu. Michael E. McCullough, salah seorang tokoh yang menaruh perhatian pada konsep gratitude, menyatakan bahwa dengan bersyukur individu dapat meningkatkan kepuasan hidup, vitalitas, dan kebahagiaan. Bersyukur juga memiliki kaitan dengan dukungan sosial (baik dukungan emosional maupun instrumental), pertumbuhan positif, koping aktif, dan perencanaan. Ketika kita bersyukur, maka hal ini menjadi obat berbagai masalah kehidupan dan jalan untuk mendapatkan kedamaian pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, meningkatkan kualitas hubungan dan kesejahteraan. Individu dapat memperoleh keuntungan emosional maupun interpersonal melalui bersyukur .

Menurut beberapa ahli, rasa syukur memiliki beberapa keuntungan seperti: mampu mengambil segi positif dari suatu pengalaman, mampu menghadapi situasi menekan, memperkuat hubungan sosial, meningkatkan kesejahteraan subjektif, meningkatkan emosi positif dan kesehatan, serta meningkatkan perilaku prososial. Hal ini terlihat dari beberapa penyintas tsunami yang mampu mengambil hikmah dari peristiwa di akhir 2004 lalu. Mereka memiliki harapan dan kemauan untuk membantu orang lain sehingga dapat bangkit dari keterpurukan.

 

Our Journey Begins

Tajuk tulisan ini saya angkat sebagai pengingat bahwa frase tersebut saya pilih untuk menghiasi undangan pernikahan saya di tahun 2012 yang lalu.

2

Bukan, bukan… Saya bukannya sedang memperingati hari ulang tahun pernikahan saya dan Mr. AYF (suami saya), hanya saja kata-kata itu tiba-tiba melintas di pikiran saya dan mendorong saya untuk menuliskan beberapa hal yang terkait pemilihan frase “Our Journey Begins” sebagai tema pernikahan saya.

Pertama, pada saat memutuskan untuk menikah saya berpikir bahwa saya akan memasuki kehidupan baru dan tidak ada lagi kata “aku” namun berganti dengan kata “kita” yang mewakili saya dan suami. Bukan perkara mudah memang meleburkan diri menjadi “kita” dalam sebuah pernikahan, namun juga bukan perkara yang tidak dapat kita lakukan. Kemauan adalah kunci utamanya, kata orang-orang tua.
Kedua, perjalanan kehidupan lajang saya saat itu akan berganti dengan petualangan baru dengan pendamping hidup saya dan ini pastinya akan memunculkan kejutan-kejutan baru bagi saya. Yap, saya akui banyak sekali kejutan yang saya temui. Mulai dari yang menyenangkan, menegangkan, menyedihkan, hingga mengesalkan. (Akui saja lah banyak sekali kejadian mengejutkan terkait kondisi pasangan_bicara pada diri sendiri)
Ketiga, meminjam istilah orang pada umumnya bahwa saat menikah maka kita mulai mengarungi bahtera rumah tangga, nah saya mulai pula rumah tangga dan keluarga kecil saya saat itu. Memulai sesuatu yang baru, yang memicu adrenalin saya (tidak hanya di awal-awal pernikahan namun hingga saat tulisan ini dibuat).

Kalau ditinjau dari sisi ilmiah, melalui 3 tahun pernikahan belum ada apa-apanya. Ini masih masuk dalam tahap awal penyesuaian dalam pernikahan. Jangan pula berpikir bahwa penyesuaian di dalam pernikahan akan semakin mudah dengan bertambahnya usia pernikahan. Justru penyesuaian itu terus berproses. Jadi, sepanjang kita terikat dalam pernikahan maka sepanjang itu pula kita berproses melakukan penyesuaian.

Permohonan Restu untuk Ayah & Ibu

Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum warahmatullahhi wabarakatuh

Ibu, Ayah…
Hari ini Maya duduk di hadapan Ibu dan Ayah ingin menyampaikan beberapa hal.
Pertama dan paling utama,
Maya ingin mengucapkan rasa terimakasih atas semua pengorbanan Ibu dan Ayah
Kasih sayang, asuhan, dan bimbingan Ayah dan Ibu yang tak ternilai harganya
Cucuran keringat dan air mata yang mengalir dari Ayah dan ibu
Ayah dan Ibu telah menjadi orangtua terhebat bagi Maya
Menurut Maya, Ayah dan Ibu selama ini tidak hanya sekedar menjadi orangtua untuk Maya
Ayah dan Ibu juga berhasil memainkan peran sebagai sahabat dan supervisor bagi Maya
Saat teman-teman lain banyak yang berbagi cerita dengan sahabat di sekolah, Maya justru merasa paling nyaman berbagi cerita pada Ibu.
Saat teman-teman lebih memilih bertanya kepada guru tentang pemilihan jurusan di sekolah atau kuliah, Maya justru lebih percaya bertanya kepada Ayah.
Untuk banyak hal yang telah Ayah Ibu lakukan, yang tidak mampu Maya sebutkan satu persatu, Maya sangat berterima kasih.

Hal kedua dan penting ingin Maya sampaikan adalah permohonan maaf Maya untuk Ayah dan Ibu.
Maya mohon maaf jika sampai saat ini belum mampu membalas semua jasa serta pengorbanan Ayah dan Ibu.
Mohon maaf selama 27 tahun lebih ini Maya masih sangat jauh dari menjadi anak yang berbakti bagi Ayah dan Ibu
Maafkan Maya jika secara sengaja atau tidak sengaja kerap menyakiti hati Ayah dan Ibu.
Mohon maaf pula untuk semua kesalahan, semua kata-kata kasar, dan semua tuntutan Maya selama ini.

Ayah, Ibu
Besok Maya akan menikah dengan Adry, lelaki pilihan Maya
Maya mohon restu dari Ayah dan Ibu untuk keputusan besar yang Maya buat ini
Maya mohon restu untuk kehidupan baru yang akan Maya tempuh
Maya mohon doa dan dukungan dari Ayah dan Ibu

Ayah ibu
Maya mohon bimbingan dan nasehat Ayah Ibu agar dapat membangun rumah tangga yang baik, yang sesuai ajaran Agama, membangun rumah tangga sakinah, mawaddah warahmah
Tetap tegurlah Maya jika salah berperilaku, salah berucap.

Rabbighfirli wa liwalidayya, warhamhuma, kama rabbayani saghirah
Ya Allah Ya Tuhanku, ampunilah dosa Ayah dan Ibu
Lindungilah keduanya ketika penjagaanku tak lagi sampai pada mereka

Ibu, Ayah
Maya selalu sayang Ayah dan Ibu

Maya Khairani
Medan, 03 Februari 2012

Gigi Unjuk Gigi

GIGI UNJUK GIGI

Malam ini tiba-tiba saya teringat pengalaman masa kecil. Ingatan ini muncul akibat saya belum menyikat gigi padahal sudah ingin tidur.

Dulu, waktu saya SD, ibu saya cerewet banget kalau urusan yang satu ini. Mandi udah pasti wajib sikat gigi. Selain pas mandi, sikat gigi juga harus dilakukan sebelum tidur malam dan setelah sarapan (sebelum berangkat sekolah). Saya termasuk yang paling malas sikat gigi dibandingkan dengan 2 adik saya. Saya juga (sampai sekarang) tidak bisa mengemukakan alasan kenapa saya malas sikat gigi.

Saking malasnya sikat gigi, sebelum berangkat sekolah saya dengan terpaksa (setelah ibu juga ngomel-ngomel) masuk kamar mandi. Tapiiii, di kamar mandi saya tidak sikat gigi melainkan hanya bermain air, sedikit kumur-kumur. Trus keluar kamar mandi dengan bagian mulut sedikit basah sebagai bukti ke ibu saya kalau saya sudah sikat gigi (ini jangan ditiru ya!) Baca Selengkapnya..

SENDIRI

SENDIRI

Sekitar seminggu yang lalu saya menyempatkan mampir ke toko buku dan berkutat cukup lama di sana. Awalnya memang tidak ada niat untuk membeli buku karena bulan ini memang tidak ada alokasi dana untuk itu. Ternyata, mata saya menemukan satu buku yang menurut saya menarik. Isinya tentang curahan hati seorang perempuan (barangkali seusia saya) dan ia menyebut curahan itu sebagai terapinya (Judul buku: Ms. Complaint’s Therapy). Saat saya melirik sedikit isinya, sepertinya ini kurang lebih – sedikit banyak merefleksikan diri saya. Langsung saya ambil buku itu dan membawanya ke kasir.

Ms. Complaint's Therapy

Beberapa hari belakangan ini saya rajin bolak-balik buku baru saya ini sampai saya membaca bagian Komunal tentang Bersatu Kita Teguh, Bercerai Mati Gaya. Senyum-senyum sendiri saya baca bagian ini. Kenapa?? Karena saya juga pernah mengalami hal serupa!!

Tamat SMA saya memutuskan kuliah di Medan di saat orangtua saya masih tinggal di Banda Aceh. Tinggal di Medan saya tidak nge-kos layaknya teman-teman saya lainnya. Ayah saya berasal dari Medan, dan di Medan ada rumah Atok (Kakek) saya. Otomatis saya tinggal di rumah Atok, sendirian (karena 8 bulan sebelumnya Atok meninggal, dan rumah itu kosong). Semua orang (kecuali orangtua saya) pada heran. Semua nanya “berani tinggal sendiri??” “kok gak kos aja?” Jreett!!

Awal 2011 saya kembali memutuskan untuk ngontrak rumah di Banda Aceh, yang sebelumnya saya menumpang di rumah kerabat. Awalnya adik saya ikut menemani saya di Banda Aceh (kali ini orangtua saya sudah gentian pindah ke Medan) sekitar satu bulan. Selanjutnya (sampai sekarang terhitung 11 bulan), saya tinggal di rumah kontrakan sendirian. Lagi-lagi mendapat pertanyaan “berani tinggal sendiri?” atau “kok gak ngontrak rumah bareng temen aja?” dari beberapa orang saat mereka tahu saya tinggal sendiri.

Pernah juga saya pergi sendiri untuk makan malam. Di tempat makan yang saya pilih itu pelayannya “terlalu ramah” menurut saya. Biasanya saya hanya mendapat pertanyaan “mau pesan apa Kak?”. Pada malam itu saya dapat pertanyaan bonus “Cuma sendiri Kak?” ditambah tampang heran pelayannya. Saya malah jadi bingung sendiri. Kenapa dia yang harus repot ya mikirin saya??

Emangnya aneh ya kalau tinggal sendiri?? Aneh ya kalau pergi makan sendiri?? Orang-orang apa perlu diedukasi ya supaya tahu dengan yang namanya “me time”??

Ulangtahun

 

Ulangtahun identik dengan perayaan (pesta), kado, kejutan, kue, dll.

Kebiasaan yang sering saya temui jika ada yang berulangtahun:
1. Traktiran makan-makan
2. Kado ulangtahun (semua orang suka dengan hadiah)
3. Pesta kejutan
4. Mendapat perlakuan dan perhatian istimewa
5. dan semua hal yang senang-senang.

Tapi tidak sedikit juga lho yang merenung saat ulangtahun. Yang katanya saat ulangtahun itu tidak hanya saat bertambahnya umur, tapi juga saat berkurangnya usia hadir di dunia…

Yah, di sini saya hanya ingin berbagi wajah bahagia orang-orang yang saya sayangi saat menyambut ulangtahunnya…

Happy Birthday everyone and Good Luck

Nostalgia atau Nostalgila

many faces from long long time a go

Emmanuel Mossad Satrio Yudhistiro

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

 

Sejak tahun 1998 saya sudah punya keponakan dari sepupu dekat saya (dari pihak ayah) di Medan. Saya mendapat panggilan baru dari keponakan saya, Bunda. Sampai saat ini, terhitung ada 5 keponakan saya (Yoga, Tasya, Nadia, Raihan dan Nayya). Selain dari pihak ayah, saya juga punya keponakan dari pihak Ibu di Yogya dan Surabaya (Deva, Mossad, dan Katsa).

Mossad merupakan keponakan yang paling dekat dengan saya. Saat dia tumbuh (1 hingga 3 tahun) saya berada di dekatnya. Dan saat semua keponakan memanggil saya Bunda atau Tante, Mossad hanya memanggil saya dengan sebutan Maya saja.
Dan diantara sekian keponakan yang saya sayangi, Mossad juga yang paling jahil. Pernah satu kali saat Eyangnya (alias Pakde saya) berulangtahun, kita makan bersama di salah satu tempat makan keluarga di Yogya. Saat itu Mossad berusia 2 tahun. Ada sepasang kekasih yang lewat di depan tempat kita duduk. Tiba-tiba Mossad narik tangan Bapaknya dan ngomong dengan cadelnya “Pak, ewek pak. Antik, amik…pek pak!!” yang artinya: “Pak, cewek pak. Cantik, Ciamik, ambil pak!!”. Kontan kita semua pada ketawa.
Dan setiap hari ada saja ulahnya…

Lomba Memasak

Saat membongkar berkas lama, saya menemukan tulisan saya tentang lomba memasak. Saya jadi ingat hobi saya dulu memasak (khususnya untuk desert). Belakangan memang seperti terlupakan kesenangan saya yang satu ini. Mudah-mudahan kenangan tentang lomba memasak ini bisa memotivasi saya.

Sekitar 3 tahun lalu (April 2007) adik bungsu saya, Okky menjadi panitia acara SMS (Semarak Muslimah Sastra) di Fakultas Sastra USU. Okky, atau akrab saya panggil Dek Oq, menjadi panitia perlengkapan. Dek Oq membawa pulang beberapa selebaran yang akan ditempel di mading kampusnya. Saat itu saya dan Dek Oq sekamar, dan di kamar saya melihat selebaran-selebaran tersebut. Ternyata ada banyak lomba di acara SMS. Berhubung saat itu saya sedang rajin eksperimen membuat makaroni panggang, tercetuslah ide untuk ikut LOMBA MASAK.

Lomba memasak ini memiliki beberapa persyaratan, yaitu:

  1. Bahan dasar yang harus dipakai adalah kentang.
  2. Biaya yang dihabiskan untuk semua bahan yang digunakan dalam memasak tidak lebih dari Rp. 50.000,-.
  3. Masakan yang dibuat harus memperhatikan gizi dan kesehatan.
  4. Durasi waktu memasak sekitar 2 jam.

Berdasarkan persyaratan ini, saya dan tim memutuskan untuk memasak “Kentang plus makaroni panggang” yang sudah diuji coba di dapur ibu saya ;-).

Ide saya untuk ikut LOMBA MASAK ini ternyata mendapat dukungan dari Ibu tercinta. Saya memutuskan ikut dan saya perlu membentuk tim (terdiri dari 3 orang). Jadilah saya dan tim (yang notabene adik kedua saya-Devi dan sepupu-Rina) ikut lomba masak yang berlangsung tanggal 29 April 2007.

Pada hari H, saya melihat ada sekitar 7 atau 8 tim yang berpartisipasi dalam lomba ini. Dari sekian banyak tim yang berpartisipasi, tim saya sepertinya yang paling banyak bawaannya, dan sudah hampir saingan dengan orang pindahan rumah. Tim lain bisa tenang dan kalem selama memasak, tim saya yang paling ribut.

Menurut informasi dari Dek Oq, tim saya adalah tim kedua yang mendaftar. Jadi tim saya kebagian jatah kompor dari panitia. Pada hari H, sebagai ketua tim saya harus mengambil undian. Ternyata tim saya mendapat urutan tempat nomor 2. Selesai masak, tim saya  juga yang menyelesaikan tugas memasak urutan ke-2.

Saat menyerahkan hasil masakan, tim saya mendapat kritikan dan masukan dari juri. Tapi dasar tim saya ini orang-orangnya hobi ngomong, setiap kritikan juri ada saja jawabannya :-). Berbeda dengan tim lain yang cenderung lebih kalem dalam menerima masukan dan kritikan dari juri. Saya jadi berpikir, yang namanya manusia itu gampang sekali menilai kesalahan orang. Tapi giliran kesalahan kita kelihatan oleh orang lain, kita sulit bahkan hampir tidak bisa terimanya.

Kembali ke proses lomba masak, akhirnya pemenang lomba masak diumumkan pada tanggal 6 Mei 2007,  dan ternyata tim saya menang. Tim saya lagi-lagi mendapat urutan ke-2 :-). Senang bukan kepalang kita bertiga. Perasaan bangga juga ada. Paling tidak, saat itu kita bertiga (Maya, Devi, Rina) berhasil membuktikan eksistensi di dunia tata boga (meski baru di tataran se-Sastra USU). Sebagai pemenang, tim saya mendapat piala dan piagam. Piala yang kita peroleh itu kita pajang di rumah dengan bangganya. Dan piagam yang kita terima mungkin bisa jadi bahan pertimbangan sebagai calon menantu.

ps. Bagi ibu-ibu yang mencari menantu yang “jago” masak, mungkin kami bertiga bisa dipertimbangkan ;-p

// Bookmark and Share

Pengalaman Ramadhan

Tahun ini saya menghabiskan Ramadhan di kota Banda Aceh setelah 9 tahun absen. Pengalaman pertama berpuasa memang saya lakukan di Banda Aceh. Sampai tamat SMA saya pindah ke Medan, kemudian saat memutuskan untuk melanjutkan studi S2, saya pindah lagi ke Yogya.

Ramadhan di Aceh memang berbeda dengan Ramadhan di kota lain di Indonesia ini. Saya pribadi menilainya lebih terasa kesan Ramadhannya. Berbeda dari bulan-bulan lainnya. Saat Ramadhan, pemerinta daerah Aceh melarang warung-warung makan untuk berjualan. Warung makan dan penjual makanan diberi izin untuk berjualan dimulai pukul 3 atau 4 sore. Kemudian saat shalat Magrib dan Isya (plus Tarawih & Witir), hampir semua warung, toko, pom bensin lumpuh. Artinya saat menjalankan ibadah, semua orang dihimbau untuk berhenti sejenak dari kegiatan untuk menghadap Ilahi.

Hal ini membantu dan mendorong saya pribadi untuk lebih giat beribadah di bulan Ramadhan tahun ini. Harapan saya, tahun ini ibadah saya bisa jadi lebih baik, karena situasi lingkungan mendukung untuk itu. Dan Ramadhan tahun ini saya punya keinginan untuk menjalankan Shalat Isya (plus Tarawih dan Witir) di mesjid-mesjid yang tersebar di kota Banda Aceh. Inginnya sih setiap malam bisa mengunjungi mesjid yang berbeda. Setiap memilih mesjid, harapannya ibadah shalat Isya (plus Tarawih & Witir) tidak berlangsung lama 🙂 (namanya juga manusia, masih banyak godaan juga di bulan puasa seperti ini).

Sampai satu hari saya shalat di salah satu mesjid di daerah Kampung Keuramat. Saya shalat di sebelah 2 anak kecil (adik-kakak). Saat mendengarkan ceramah, celengan mesjid (yang digunakan untuk mengumpulkan sedeqah dari jamaah) diedarkan. Tiba-tiba saya merasa adik-kakak di sebelah saya bersitegang. Hingga akhirnya si adik menangis dan bersandar di pangkuan ibunya. Ternyata adik-kakak itu berebut uang yang mau disumbangkan untuk mesjid. Bukan berebut untuk memiliki uang itu, namun berebut untuk menyumbangkan uang itu. Miris melihatnya. Dua anak kecil berebut uang untuk memberi sumbangan. Saya jadi berpikir, belum tentu saya mau rebutan uang untuk disumbangkan. Kalaupun saya menang dalam perebutan itu, diri yang egois rasanya ingin memiliki uang itu untuk kepentingan pribadi.

Sepertinya masih tulus dan ikhlas saat memberikan sumbangan di usia belia seperti adik-kakak itu. Seiring bertambah usia, terkadang memberikan sumbangan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Ini pengalaman pribadi saya, kadang mau menyumbang bukan karena Allah, dan tidak ikhlas. Melainkan agar dianggap mampu oleh orang lain. Dua anak kecil itu menyadarkan saya untuk introspeksi diri.

Bulan Ramadhan, sering disebut bulan baik, bulan berkah, bulan perbaikan diri. Saya berusaha mengambil setiap kejadian di sekitar saya untuk menjadi bahan pembelajaran bagi diri saya pribadi. Belajar dari hal kecil. Di bulan ini, mudah-mudahan pembelajaran ini membuat diri lebih baik. Aamiiiin.